Dirut APN Tukar Cerita, Harapan dan Tantangan Sawit Indonesia dengan Deputi Lemhanas

Deputi Bidang Pengkajian Strategik, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni M.P., memberikan buku "Sawit Indonesia dalam Konstruksi Peradaban Dunia" kepada Direktur Utama PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) Agus Utomo saat berkunjung ke kantornya, Senin (19/5). (Foto: Natalia Santi)

Kampanye untuk menumbuhkan rasa bangga dan cinta akan sawit Indonesia, potensi sawit sebagai penyerap karbon, tantangan pengelolaan sawit, serta harapan pada PT Agrinas Palma Nusantara menjadi bahasan yang menarik dalam kunjungan kehormatan Deputi Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) bidang Pengkajian Strategik, Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P. kepada Direktur Utama PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) Agus Sutomo di kantornya, Senin (19/5).

Pada pertemuan tersebut, Prof. Reni memberikan buku “Sawit Indonesia dalam Konstruksi Peradaban Dunia”. “Kita punya sawit terbesar di dunia, kita produksi sawit terbesar di dunia, kenapa nggak bangga dengan sawit. Itu sebenarnya alasan awal saya menulis buku ini,” kata perempuan yang meraih gelar Profesornya di usia ke 42.

Gambar : Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, M.P.

“Saya berharap bahwa diplomat-diplomat kita, yang diundang ke negara-negara yang menjadi pengimpor sawit itu, harusnya dibekali dengan pengetahuan tentang bagaimana sawit itu bisa dimanfaatkan Dan diplomasinya lebih baik dibanding negara-negara yang tidak menjadi pengimpor sawit,” kata Prof. Reni.

Kepada Dirut Agrinas Palma, doktor pertanian lulusan Universitas Padjajaran tersebut menyampaikan keprihatinannya bahwa generasi muda, rata-rata mahasiswanya mempercayai kampanye hitam atas sawit, termasuk menganggap sawit sebagai penyebab polusi. Padahal, berdasarkan kajian mereka di Lemhanas, sawit justru berpotensi menurunkan emisi.

Sawit dalam formulasi seimbang akan lebih banyak menghasilkan oksigen. Lemhanas mengundang sebanyak 17 pakar yang meneliti karbon di sawit. Sayangnya, menurut Prof. Reni, hasi penelitian mereka tidak mampu menembus jurnal bereputasi. Alasannya, tidak mungkin hasil kajian mereka diterima karena bertentangan dengan keyakinan dari negara tujuannya.

Selain itu, Prof. Reni juga mengharapkan agar penyebutan ‘perkebunan’ untuk sawit bisa diganti menjadi ‘hutan’. Hal tersebut penting untuk menghentikan tudingan bahwa sawit menyebabkan kerusakan hutan. “Toh karet bisa kita jadikan hutan, hutan rakyat dengan menanam karet, hutan tanaman industri. Kenapa sawit meski ada jutaan hektar, tidak bisa kita sebut hutan sawit?” tegas Prof. Reni.

Kepada Agus Sutomo, Prof. Reni mengusulkan untuk membuat kampanye cinta sawit. Dia mengingatkan banyak produk yang dipakai sehari-hari mengandung sawit. “Hampir semua barang yang pakai, mulai dari bangun hingga tidur lagi itu mengandung sawit. Kenapa kita tidak buat kampanye I love sawit, atau saya cinta sawit?”

Agus Sutomo menyampaikan bahwa PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) memang menjadi andalan Presiden Prabowo Subianto. Agus Sutomo menyatakan dia mendapat mandat untuk menangani PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), yang memiliki sederet masalah.

“Yang saya kelola ini barang-barang bermasalah semua. Jadi kami harus mengurai masalahnya. Baru kami buat langkah-langkah tindakan,” kata Agus Sutomo. “Ya normalisasi kebun, perbaikan sana sini, penambahan karyawan. Ternyata di lapangan, dinamikanya sangat tinggi.”

Perkebunan sawit yang memiliki masalah dengan negara, yang diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), sebagian besar dalam kondisi rusak berat. “Pemiliknya sudah acuh, terus menerus dipanen, tapi tidak dirawat, tidak dipupuk. Kita terima sudah seperti semak belukar, pohonnya stres. Sekarang kita normalisasi. Kita sehatkan dulu,” kata Agus.

Dia menambahkan kondisi jalan-jalan di perkebunan tersebut juga sudah banyak yang rusak. Padahal akses jalan sangat penting supaya cepat. “Jadi kita berbenah. Tidak semudah yang dibayangkan.”

Menurut Agus, dari 484 ribu hektar yang diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), yang ada pohonnya hanya sekitar 289 ribu. “Selebihnya, sekitar 200 ribu sekian itu lahan kosong. Jadi hutan lindungnya, pohon-pohonnya sudah ditebang semua. Kosong, tinggal semak belukar.”

Di sejumlah wilayah seperti Sumatera Barat dan Sumatera Selatan juga masih bermasalah. Karena banyak yang merasa sudah mengurus Hak Guna Usaha (HGU). Menurut Agus, segala keterkaitan dengan hukum diserahkan pada kejaksaan. “Pokoknya yang sudah clear and clear kita olah, kita perbaiki. Yang pertama, eks Duta Palma, sifatnya belum inkrah. Masih proses hukum. Ini sifatnya titipan.”

Perkebunan-perkebunan tersebut tetap dipanen, tanpa dirawat, termasuk pabrik-pabriknya. Dari lahan yang dikelola saat ini, rusak berat 50 persen, rusak sedang 30 persen, rusak ringan 20. “Rusak berat itu sudah tidak berbentuk, sudah kayak hutan,” kata Agus.

Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Agus menganggarkan kurang lebih Rp 139 M. Karena jika tidak segera diperbaiki, kerusakan akan semakin berat dan biayanya makin besar, nilai ekonomi semakin jatuh. “Sebanyak 30 persen sudah tua, sudah replanting. Kita benar-benar berbenah, pelan-pelan. Saya bolak balik ke lapangan.”

Prof. Reni mengapresiasi langkah-langkah yang telah diambil Agus Sutomo selaku Dirut PT Agrinas Palma Nusantara (Persero). “Tujuan awal sawit memang untuk membantu masyarakat. Harapannya Agrinas Palma menjadi ujung tombak untuk petani sawit,” kata Prof. Reni.

“Mudah-mudahan. Kita pelan-pelan. Karena targetnya Presiden, tahun ini kami menerima lahan satu juta hektar,” kata Agus Sutomo.

Penulis : Natalia Santi

Editor : RZ/MRR

About the Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may also like these